Lencana Facebook

Rabu, 12 September 2018

"Depresi Rupiah" Kian Menguat-tirkan ?

By. Dwi Kirana LS, Pemerhati PEKaMas (Pendidikan Ekonomi Kesehatan) Jember Pertanian Jember kesohor sebagai penghasil tembakau dan kedelai. Siapa sangka dengan dolar yang melambung justru pengusaha tahu di Jember terancam gulung tikar iNews (5/9/2018). Paradoks untuk menggambarkan turunnya daya beli masyarakat akan produk dalam negeri yang terpengaruh atas menguatnya dolar terhadap rupiah. Katakanlah kedelai sebagai bahan baku pembuat tahu dan tempe serta susu nabati, otomatis akan mempengaruhi harga produksinya disaat bahan baku yang tersedia didatangkan dari negara luar (impor), yang dibeli dengan nilai tukar mata uangnya dolar. Dari hasil produksi yang menggunakan baku kedelai, ketiga jenis barang tersebut dijual ke pasar domestik. Hasil penjualannya yang diperoleh dari masyarakat dibeli dengan nilai tukar mata uang rupiah. Depresi pemerintah disaat devisa negara kian menipis, demikian pula dengan pengusaha tahu dan cerutu yang produksinya berbahan baku dengan produk impor. Sampai sampai pengusaha rokok dari tembakau import, Kahar Muzakir berkata: "Cerutu Bukan Rokok Untuk Bangsa Indonesia" (tirto.id). Rupaih kian menguat-tirkan sebagai nilai tukar perekonomian dan neraca mata uang bangsa kita. Kondisi inilah yang penulis katakan sebagai judul artikel ini. Bukankah depresi adalah suatu gangguan kesehatan mental yang ditandai dengan suasana hati yang terus tertekan atau kehilangan minat dalam beraktivitas, menyebabkan penurunan yang signifikan dalam kualitas hidup sehari-hari. Mengingat laju Inflasi akan menjadi indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Adapun depresiasi adalah suatu proses penurunan nilai mata uang dalam negeri yang disebabkan adanya mekanisme pedagangan. Kemudian biasanya pemerintah melakukan intervensi agar nilai mata uang dalam negeri tetap stabil. Tindakan tersebut diistilahkan sebutan devaluasi, karena lebih sering dikaitkan dengan menurunnya nilai uang satu negara terhadap nilai mata uang asing. Khilafah menerapkan islam secara kaffah akan memberikan perlindungan berupa subsidi atas produksi pertanian, baik berupa pemberian benih, pupuk, dan obat hama tanaman ataupun hingga pemberian lahan pertanian dan saluran irigasinya, yang demikian rakyat akan memperoleh jaminan kehidupan atas harta dan jiwa serta keyakinannya yang mereka milik. Demikianlah Allah swt menerangkan dalam firmanNya: “Dan pada sisi Alloh-lah kunci-kunci segala yang ghoib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidaklah jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)”. ( QS. Al-An’am : 59). “Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau, Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu biji-bijian yang banyak, dan dari mayang kurma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai dan kebun-kebun anggur dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya diwaktu pohonnya berbuah dan (perharikan pula) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Alloh) bagi orang-orang yang beriman.” ( Al An’am : 99) .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar