Lencana Facebook

Senin, 05 November 2018

dr.Moehammad Saleh, Bapak Dan Anak : Dokter Pejuang*

(Ketiga Putranya Menyandang Nama Khalifah Abu Bakar,Abd Azis, Haroen Ar Rosyid) Lahir, di Simo (Jawa Tengah), 15 Maret 1888. Pernikahannya dengan Emma Naimah binti Daeng Moechsinl ”Nyak Em” (1883-1949), wanita suku Makasar-Betawi, putri tokoh masyarakat di kawasan Tanah Tinggi (sekarang Cempaka Putih, yang terletak bersebelahan di timur rel kereta api dari kawasan Kwini, lokasi kampus STOVIA). M Saleh adalah dokter seangkatan dengan dr R. Soetomo. Meski berlainan suku, pernikahannya sepengetahuan orang tuanya bersuku Jawa, yakni H Sastrodikromo dan Nalirah. M Saleh memegang prinsip keluarga bahwa kelak anak-anaknya bisa menikah sebelum lulus pendidikan tinggi. Anugrah perkawinan didapat 11 keturunan. Putra-putrinya pun bisa mengenyam kehidupan panjang, dididik untuk menjadi penerus perjuangan yang berguna bagi negara. Putri pertamanya lahir, diberi nama Soeratmi Saleh I ”Mimi” (1905-1981). Disusul adiknya, Soeratman Saleh I ”Maman Besar” (1907 -1909), Abdulrachman Saleh I “Maman Kecil” (1909- 1947) yang kemudian sangat dikenal jasa besarnya di Angkatan Udara Republik Indonesia, dan diangkat sebagai pahlawan nasional, Marsda TNI (Anumerta) Prof.Dr.dr Abdurachman Saleh (bapak Ilmu Faal Indonesia dan pencetus berdirinya RRI). Nama putra ke-3 kemudian diabadikan juga sebagai nama lapangan terbang di Malang, nama jalan di banyak kota di Indonesia. Bahkan secara kebetulan, nama jalan Museum Kebangkitan Nasional yang dulu merupakan gedung STOVIA, tempat M Saleh bersekolah dan menorehkan catatan sejarah, tempat lahimya Boedi Oetomo, juga bernama Jl Abdul rachman Saleh. Putra selanjutnya, Haroen Al Rasyid Saleh I “Harun” (1911-1982), dia mengabdikan diri di Departemen Luar Negeri. Dan adiknya, Ir Mohammad Effendi Saleh I ”Tam” (1912-2002), bekerja di bidang transportasi pada Jawatan Kereta Api, pemah menjabat sebagai Sekjen Perhubungan. Ketiga putra berikutnya, Abdul Aziz Saleh, Alibasah Saleh, dan Abubakar Saleh mewarisi jiwa dan bidang yang digeluti ayahnya, mengenyam pendidikan dokter dan semuanya bekerja sepenuhnya pada dunia kedokteran dan mengabdi pada negara. Sebut saja Dokter H Abdulazis Saleh I ” Azis” (1914-2001), selain lulus sebagai dokter juga berpangkat mayor jenderal Angkatan Darat, tercatat pemah menjabat tiga kali menjadi menteri di zaman pemerintahan Presiden Soekamo dan Presiden Soeharto, di antaranya sebagai Menteri Kesehatan dan Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Kemudian kolonel CKM (Pum) dr Alibasah Saleh/ “Ali” (1919- 1999), mengabdikan diri sebagai dokter di TNI Angkatan darat Republik Indonesia. Sedangkan Marsda TNI (Pum) dr H Abubakar Saleh I “Tutut” (1923-2008), dikenal sebagai dokter di TNI Angkatan Udara Republik Indonesia. Sibungsu Soehartini S (diusia 82 tahun), menuliskan suatu riwayat bapaknya, yang berprofesi dokter yang waktu itu sangat dibutuhkan dari jumlahnya sangat sedikit sekali bila dibandingkan masyarakat yang membutuhkan keahliannya, tidak ada keseimbangan antara penderita dan dokter-dokter pribumi, meski terbilang sebagai dokter swasta kehidupan dr. M Saleh sekeluarga selalu berpindah-pindah. Semula di Jakarta lalu pindah ke Boyolali, Jawa Tengah, tak lama menempati kota ini keluarga Saleh menuju Kolonedale, Sulawesi Tengah lalu pindah ke Bondowoso, Pasuruan dan terakhir di Probolinggo tahun 1930-an. Sebuah catatan pribadi tentang Kebiasaan Bapak yang menemaninya, duduk di dekatku saat belajar, lalu terbaca oleh Bapak di bukuku tertulis: “Inlandse Geschiedenis.” Bapak bertanya: “Tien, apa kamu tahu artinya Inlandse?” Aku jawab: “Pribumi.” (geschiedenis = sejarah). Kemudian Bapak menjelaskan: “Inlandse adalah kata sifat dari Inlander, kamu mau disebut Inlander?” Lalu sambil meninggalkan aku, Bapak berujar: “Ganti dulu judul sampul buku itu.” Malam harinya setelah selesai belajar, Bapak memelukku dan berkata: “Nah ini baru anak Bapak.” Judul buku sejarah itu sudah aku ganti dengan: = "Geschiedenisl” Istilah kecil berupa kata yang memiliki arti penting menyangkut harga diri bangsa. Catatan ini rekaman peristiwaku yang dikenang sangat mendalam. Catatan tersebut terpatri erat pada sanubari. Pengabdiannya pada profesi. Di kota Santri sebutan Pasuruan dan Probolinggo, hingga masa tuanya untuk mengabdi sebagai dokter yang selalu melayani masyarakatnya tanpa pamrih dan membedakan pasien. Untuk mengenang jasa perjuangan dan pengabdian panjangnya sebagai dokter, selain namanya pun telah diabadikan ~pada sebuah nama jalan utama di kota Probolinggo, dulu Jl Laut, Juga telah terabadikan sebagai nama rumah sakit pemerintah di Probolinggo, RSUD dr Moehammad Saleh beserta kediamannya dulu menjadi Musium yang bernama Dr. M Saleh. *Penulis Dwi Kirana LS,. Pemerhati PEKaMas (Pendidikan Ekonomi Kesehatan atas Masyarakat) tinggal di Jember

Tidak ada komentar:

Posting Komentar