Lencana Facebook

Jumat, 02 November 2018

Pertahankan Kemuliaan Islam Hingga Bara Api Menghancurkan Jasad*

Membaca lima tuntutan dari aksi massa bela tauhid jilid 2 (2/11) melalui juru bicaranya Awit Masyhuri, seperti yang dilansir jawapos.com yaitu: Pertama, meminta pemerintah Indonesia mengakui bahwa bendera tauhid merupakan bendera Rasulullah Muhammad SAW, bukan bendera milik Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) atau ormas lainnya. Mereka menuntut kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk membuat Pernyataan resmi bahwa bendera tauhid adalah bendera Rasulullah SAW bukan bendera ormas apa pun, sehingga tidak boleh dinistakan oleh siapa pun. Kedua, menuntut aparat penegak hukum memproses semua yang terlibat dalam pembakaran bendera itu di Garut, agar para pelakunya dapat dikejar sampai akar rumputnya. Sehingga tidak kembali terulang kejadian serupa dikemudian hari dan menuntut kepada pemerintah memproses hukum semua pihak yang terlibat dalam pembakaran bendera tauhid, baik pelaku mau pun aktor intelektual yang mengajarkan dan mengarahkan serta menebar kebencian untuk memusuhi bendera tauhid. Ketiga, agar seluruh umat beragama menghormati simbok-simbol keagamaan. Sehingga tidak ada kejadian pelanggaran pidana seperti persekusi atau penolakan terhadap kedatangan pemuka agama juga menuntut Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) selaku organisasi yang menaungi Banser untuk meminta maaf kepada umat Islam. Mengingat pelaku pembakaran merupakan oknum Banser. Kelima, berupa himbauan kepada seluruh umat Islam Indonesia untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan, serta tidak mudah di adu domba oleh pihak manapun. Sebelum massa aksi diterima Menteri Polhukam, bahwasanya Wiranto mengatakan tuntutan dari aksi tersebut sebelumnya sudah diakomodir oleh pemerintah. Mantan Panglima ABRI menganggap bahwa Aksi Bela Tauhid ini sebaiknya tidak perlu digelar. Mengingat Aksi itu adalah buntut dari peristiwa pembakaran bendera tauhid yang identik dengan bendera HTI. Katanya di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat (liputan 6.com 2/11/2018). Seperti juga yang terbaca dari surat peninggalan dari pengaduan Sultan 'Alauddin Muhammad Daud Syah dari Kesultanan Aceh terakhir, yang tertuju kepada Khalifah Turki Usmani (Kholifah Abdul Hamid II), bahwasanya beliau mengadukan perihal kesulitan dan kepedihan yang sedang dialami oleh diri dan bangsanya. Sebagai seorang yang amat setia kepada agamanya dan rakyatnya. Sikap yang terus ia buktikan sampai helaan nafas terakhirnya yang ia hembuskan di pembuangan masa kolonial Hindia Belanda. Sungguh tidak mudah baginya bertahan untuk melalui tahun-tahun kepedihan seperti yang ia lalui; saat tanah negerinya direbut oleh musuh Allah, saat bangsa-bangsa Islam kemudian harus kehilangan Amirul Mu'minin dan khilafahnya (Kholifah Abdul Majid II), dan saat ia melihat rakyatnya berangsur berpaling untuk mengikuti langkah musuhnya. Ia harus menahan perih fisik dalam pengasingan, sementara perih batinnya adalah sesuatu yang takkan terkira. Dalam surat ini, Paduka Sri Sultan Muhammad Dawud Syah melaporkan dan mengadukan perihal yang dialami oleh diri dan bangsanya kepada Khalifatul Muslimin dan Amirul Mu'minin. Selain kepada Allah dan Rasul-Nya, kepada siapakah lain yang layak ia lapor dan adukan halnya? Kepada Belanda seperti para raja negeri-negeri lain yang tunduk kepada Pemerintah Hindia-Belanda? Tentu tidak, dan tak pernah akan. Baginya, Belanda adalah kafir mal'un 'aduwullah (kafir terkutuk, musuh Allah) atau ia akan memilih putar haluan dengan angin nasionalisme yang sudah mulai berhembus sejak penghujung abad ke-18 dan menguat di abad ke-19 ? Sultan bukanlah sosok pengagum Mustafa Kamal Ataturk (1881-1938) yang telah menikam Khilafah dari belakang, bahkan sepertinya ia masih memimpikan kebangkitan Islam dan umatnya sebagaimana mimpi Khalifah Abdul Hamid II (1842-1918) dimana saat itu Rusia mengompori wilayah kekuasaan Utsmani di semenanjung Balkan, agar mereka merdeka. Menanggapi kelakuan Rusia, Justru pada saat itu Khalifah Abdulhamid II mengibarkan bendera Nabi Muhammad sambil menyerukan jihad, kemudian perang dunia I pecah pada April 1877. Hanya kepada Allah, Rasulullah, Khilafah Muslimin dan Amirul Mukmin, surat pengaduan Sultan 'Alauddin Muhammad Daud Syah ditujukan pada tanggal 25 Muharram 1315 (26 Juni 1897) sampai beliaunya wafat 6 Februari 1939. Fa Inshaa Alloh keteguhan hati setiap jiwa yang bersemayam rasa iman, semata karena mengingat firman Allah SWT : "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam". (Qs 3 :102) Begitupun dalam sabda Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam: يَأْتِيْ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيْهِمْ عَلَى دِيْنِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الجَمْرِ “Akan tiba suatu zaman bagi manusia, barangsiapa di antara mereka yang bersabar berpegang teguh pada agamanya, ia ibarat menggenggam bara api” (HR. At Tirmidzi 2260, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Sunan At Tirmidzi). Waallho Alam bishowab. By. Dwi Kirana LS, Pemerhati PEKaMas (Pendidikan Ekonomi Kesehatan atas Masyarakat) tinggal di Jember

Tidak ada komentar:

Posting Komentar